DARUBA,Beritamalut.co – Pemerintah Daerah Kabupaten Pulau Morotai menanggapi aksi Samurai Maluku Utara Distrik Unipas pada Kamis (21/01/2020) lalu, yang salah satunya menolak Pembebasan Lahan 30 hektar di Desa Pangeo, untuk pembangunan pendaratan amphibi.
Asisten I Bidang Pemerintahan dan Hukum Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Pulau Morotai, Muchlis Baay mengatakan, berdasarkan PP No 26 Tahun 2008 Tentang RTRWN, Morotai adalah Pusat Kawasan Strategis Nasional (PKSN) dengan titik tumpuh pertahanan keamanan.
“Atas dasar itu maka beberapa satuan pertahanan disiapkan di Morotai diantaranya Pangkalan Angkatan Udara, Batalion Komposit TNI AD, dan Pangkalan TNI AL, dengan salah satu fasilitas pertahanannya adalah Pusat Pendaratan Amphibi,” katanya, Selasa (28/01/2020).
Hal itu berdasarkan hasil survey Jawatan Hidrografis Nasional, dimana data batimetri, Pasang Surut, Topografi, Pergerakan Arus dan Gelombang, maka Desa Pangeo Kecamatan Morotai Jaya menjadi pilihan yang paling tepat untuk lokasi pendaratan tersebut.
Disentil soal tanggapan masyarakat setempat, Muchlis mengaku masyarakat sangat merespon baik pada saat pemda melakukam sosialisasi terkait pembangunan Pusat Pendaratan Amphibi dan hanya beberapa mahasiswa yang mempertanyakan hal tersebut.
Sosialisasi di masyarakat setempat, telah disampaikan rencana-rencana dan tidak ada kaitan dengan pasir besi, maupun besar lahan hibah yang diberikan kepada TNI AL Morotai sekitar 30 hektar.
“Sebagai mahasiswa adalah hal yang wajar jika mempertanyakan terkait Pusat Pendaratan Ampibi yang di bangun di Desa Pangeo karena mungkin saja beberapa mahasiswa berfikir ada kepentingan pasir besi,” terangnya.
Pembangunan tersebut katanya sebenarnya murni hanya untuk pertahanan keamanan sebagai Pusat Pendaratan Amphiby.
Karena itu Dia berharap kepada mahasiwa agar ikut dalam sosialisasi bersama masyarakat untuk mengetahui tujuan pembangunannya lebih jauh.
“Itu hanya untuk ketahanan keamanan tidak ada kepentingan lain,” jelasnya.
Perlu di ketahui, Morotai menjadi pusat KSN hal ini sekaligus mengembangkan daerah perbatasan seperti konsep Prof. Dr. Ir Letnan Jendral Sape mantan Rektor Universitas Pertahanan, yang menjelaskan bahwa daerah perbatasan itu ditempatkan batalion atau kesatuan-kesatuan TNI, disamping untuk mendukung fungsi pertahanan perbatasan juga sekaligus mendukung perputaran ekonomi di daerah tersebut.
Misalnya, ketika ada Komposit 3000 orang, kemudian 1 orang berbelanja hingga 2 jutaan perbulan maka kurang lebih 6 milyar perputaran uang yang ada di tempat itu.
“Sementara dari sisi Pertahanan Keamanan, Batalion Komposit sudah siap sedia, misalnya ada kapal asing masuk ke Morotai, maka dari sisi Ketahanan kita sudah siap. Itu lah fungsi dibuat pendaratan Ampibi,” katanya lagi.
Seharusnya ungkap Muchlis kita patut mensyukuri karena tidak semua daerah itu dipilih sebagai KSN.
Semua itu dilakukan dalam rangka memenuhi minimum esenzy forze dalam pertahanan keamanan. (mj)