Jakarta – Ayam broiler jadi salah satu jenis daging yang banyak ditemui di tengah masyarakat. Namun, kabar mengenai suntik hormon tak jarang membuat masyarakat enggan mengonsumsinya. Suntik hormon pada ayam dipercaya dapat memberikan dampak buruk bagi tubuh.
Kepala Divisi Kesehatan Masyarakat Veteriner Institut Pertanian Bogor (IPB), Denny W Lukman menegaskan, tak ada ayam yang mendapatkan suntikan hormon.
“Tak ada ayam berhormon. Pemberian hormon tidak efisien dari segi harga, juga praktiknya,” ujar Denny dalam diskusi virtual bersama Japfa, Rabu (4/11).
Ayam yang mendapatkan suntikan hormon, kata Denny, akan dijual dengan harga melambung. Sebagai contoh, satu ekor ayam memerlukan satu dosis hormon dengan harga Rp10 ribu. “Bayangkan, harga daging ayam yang biasanya misal Rp30 ribu per kilogram bisa naik jadi hampir Rp40 ribu karena kebutuhan hormon,” jelas Denny.
Dari segi praktik, suntik hormon pada ayam juga dinilai kurang efisien. Pasalnya, peternak ayam broiler umumnya memelihara ratusan hingga ribuan ekor ayam. “Sulit dibayangkan kalau harus disuntik satu per satu,” tambah Denny.
Selama ini, konsumen menganggap hormon dibutuhkan untuk mempercepat pertumbuhan ayam broiler. Padahal, kata Denny, ayam broiler merupakan jenis ayam yang dikembangkan dengan teknologi sehingga membuat pertumbuhannya menjadi lebih cepat daripada ayam jenis lain.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Head of Marketing Robotic Process Automation (RPA), Wilayah Barat PT Ciomas Adisatwa, Sigit Prambudi. Ciomas Adisatwa merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam pemrosesan unggas.
Sigit mengatakan dengan tegas bahwa pemeliharaan ayam sama sekali tidak menggunakan hormon. Selama pemeliharaan, ayam utamanya diberi vaksin untuk melindungi dan memberikan kekebalan.
“10-20 tahun lalu [vaksin] diberikan dengan suntikan. Sekarang tidak disuntik, tapi disemprotkan saat pembibitan. Jangankan hormon, vaksin saja sudah tidak disuntik,” kata Sigit. (CNNIndonesia.com)