Bandung – Di masa Adaptasi Kebiasaan Baru, masyarakat bisa mulai berkreasi kembali, salah satunya dengan mengadakan peragaan busana (fashion show) mini.
Uniknya, di peragaan busana yang ada di Bandung ini tidak menggunakan model profesional melainkan masyarakat setempat yang tinggal di daerah Dago, Kota Bandung.
Peragaan busana tersebut terselenggara di sebuah bangunan bersejarah yang kini digunakan sebagai restoran, yaitu Herbal House by The Lodge di Jalan Ir. Djuanda, Dago. Dari mulai tempat yang berarsitektur art deco ditambah dengan jenis busana khas tempo dulu seolah-olah membawa kembali ke masa Dago di zaman dahulu.
Bangunan heritage Herbal House sendiri sudah ada sejak tahun 1930-an. Awalnya dimiliki oleh seorang profesor ITB asal Belanda.
Setelah wafat Sang Isteri menjual bangunan tersebut tetapi dengan syarat tidak merubah bentuk dan arsitektur bangunan tersebut. Kini tempat tersebut masih menyimpan dan merawat rumah itu tanpa ada perubahan sedikit pun.
Kembali ke peragaan busana, penggunaan warna yang serasi dan aksen outerwear memberikan sentuhan lain dari peragaan busana yang memadukan budaya dulu setelah diadaptasi dengan budaya modern. CEO The Lodge Group Heni Smith mengatakan, peragaan busana ini merupakan rangkaian kegiatan ‘Dago Baheula’ untuk mengenang dan mempertahankan bangunan serta budaya khas Eropa di Bandung.
“Sebetulnya yang unik dari fashion show ini para modelnya ya dari tetangga jadoel itu. Sama pemilik-pemilik yang rumahnya dipamerkan itu. Kenapa ini menjadi sesuatu yang unik karena become a model tidak mesti jadi model juga, tapi siapapun bisa tetap berkarya. Ini salah satu modelnya RW (rukun warga) setempat,” tutur Heni kepada detikTravel di lokasi, Jumat (15/11/2020).
Lebih lanjut, dalam pameran busana ini tidak hanya menampilkan keindahan pakaiannya saja tetapi juga punya nilai budaya dan memamerkan karya seni. “Kainnya itu kan dari Indonesia semua. Ada yang dari tenun, batik dan kemudian di-simple-kan dibentuk dalam baju, itu kan membentuk budaya,” ujarnya.
Dari pantauan, pengunjung masih bisa menikmati fashion show tersebut karena jumlah penonton yang dibatasi dan dalam durasi waktu yang tidak lebih dari dua jam. Selain dapat melihat pameran busana, pengunjung juga bisa langsung melihat beberapa pakaian yang diperagakan.
Model yang berjalan pun tidak seperti model pada umumnya. Jika model profesional berjalan di atas runway (jalur fashion show) para model ini berjalan seperti pada umumnya sehingga lebih memperlihatkan kehidupan pribumi di masa dulu.
“Saya di sini berkolaborasi dan di sini kita mengangkat budaya-budaya dan mau tidak mau mengeluarkan kain-kain seperti batik dan tenun. Nah karena saat ini berhubungan dengan pameran jadul, foto-foto jadul. Dimana para model-modelnya juga mereka dari orang-orang di daerah sini jadi di sesuaikan,” kata Kang Densis, sapaan akrab Deden Siswanto.
Designer yang dikenal selalu melakukan riset terlebih dahulu dalam karyanya ini juga menuturkan, dalam peragaan busana bertema tempo dulu ini ia lebih memperlihatkan kekayaan budaya khas Jawa Barat yang dipadankan dengan model saat ini.
“Mengembangkan tenun Garut, saya mengambil warna begini (beige) abu dan sebagainya dan dikombinasi. Mengolah wastra Indonesia (batik, tenun) yang disesuaikan dengan mode saat ini,” pungkasnya. (detikcom)