TIMIKA – Pemerintah Indonesia dan PT Freeport Indonesia berencana membangun pabrik smelter di Weda Bay, Halmahera, Maluku Utara.
Terkait rencana tersebut, saat ini tengah dibicarakan kerjasama dengan Tsinghan Steel perusahaan asal Cina untuk investasinya.
Opsi membangun Smelter di Halmahera dibenarkan oleh Vice Presiden Government Relation (Govrel) PT Freeport Indonesia Jhonny Lingga.
“Memang benar ada rencana pembangunan pabrik smelter di Halmahera. Ini sebagai bentuk komitmen PTFI membangun smelter di dalam negeri,” kata Vice Presiden Government Relation (Govrel) PT Freeport Indonesia Jhonny Lingga saat ditemui di Puskesmas Jili Ale, Jumat (05/02/2021).
Kata dia, saat ini juga PTFI tengah melakukan pembangunan pabrik smelter kedua di wilayah Manyar, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Yang mana proses pembangunannya baru mencapai 5,8 persen.
“Memang pembangunan smelter kedua ini terlambat dikarenakan pandemi Covid-19. Namun demikian, hal itu tetap menjadi komitmen kami,” katanya dikutip dari Seputarpapua.com.
Sementara untuk pembangunan smelter di Halmahera kata Jhonny, pemerintah memiliki ide untuk pembangunan smelter di Halmahera, dan adanya ketertarikan dari perusahaan Tsinghan untuk berinvestasi membangun smelter di Halmahera, Maluku Utara.
Untuk itu saat ini sedang dibicarakan antara Kemenko Bidang Kemaritiman, Min-ID, Inalum dan PTFI.
“Kalau kemarin Pak Kemenko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menyampaikan akan ada penandatanganan MoU sekitar Maret 2021. Dari itu, kami hanya menunggu konfirmasi dari pemerintah,” terangnya.
“Ini juga komitmen kami tetap membangun smelter. Dan kalau Tsinghan jadi berinvestasi, maka nantinya konsentrat Freeport diolah di sana. Dan kalau itu ekonomis dan baik untuk negara kenapa tidak,” tambahnya.
Kapasitas Pabrik Smelter
Sementara menyangkut kapasitas pabrik smelter Jhonny menjelaskan, untuk kapasitas smelter di Gresik, yang sudah beroperasi 25 tahun lalu sebesar 1 juta ton konsentrat per tahun. Sementara pabrik smelter kedua yang masih dalam proses pembangunan di Manyar, sebesar 2 juta ton konsentrat per tahun. Sedangkan untuk Tsinghan kapasitasnya 1,7 ton konsentrat per tahun.
“Smelter di Halmahera itu sebagai bagian untuk menutupi yang di Gresik. Ini juga masih pembicaraannya, karena harus ada komitmen secara tertulis,” terangnya.
Sedangkan produksi konsentrat di Freeport, untuk 2020 lalu hampir 1,4 juta ton. Sementara prediksi 2021 ini, produksinya mencapai 3 juta per tahun.
Kemudian pada 2023 sampai selesai kontrak produksi PTFI, diperkirakan produksi konsentrat mencapai 3,2 – 3,3 juta ton per tahun. Prediksi ini sesuai dengan kapasitas produksi yang dimiliki oleh PTFI.
“Dengan prediksi tersebut, maka dibutuhkan tambahan smelter. Karena kalau hanya di Gresik, maka konsentrat harus di ekspor lagi,” kata Jhonny.
Ia menambahkan, untuk pembangunan smelter yang sekarang dalam proses pembangunan di Manyar Gresik sudah 3 Miliar US Dollar atau Rp34 triliun. Namun untuk Tsinghan dirinya belum mengetahui besaran investasinya.
“Intinya, Pemerintah maunya semua konsentrat diolah di dalam negeri. Ini merupakan program yang bagus. Kalaupun nanti ada lebih 100-200 ton akan dicarikan jalan, apakah diekspor atau gimana.
Namun yang penting diolah di smelter di dalam negeri,” terangnya.
Alasan Smelter Tidak Dibangun di Papua
Sementara menyangkut permintaan di bangun smelter di Papua, Johnny mengatakan, kalau membangun smelter di Papua, banyak tantangan dan biayanya justru lebih besar.
Tantangannya, seperti harus membangun tenaga listrik sendiri. Kemudian, limbah dari produksi konsentrat itukan menghasilkan asam sulfat (H2SO4) dan harus dimanfaatkan. dan itu tidak mungkin dibuang. Kalaupun dikirim ke Jawa, transportasinya akan sangat mahal.
“Kalau di bangun di Gresik, maka listrik tidak dibangun karena sudah mencukupi. Begitu juga di Halmahera nantinya juga ada hal yang sama,”paparnya.
Jadi kata Jonny Lingga, banyak pertimbangan yang diperhatikan kalau di bangun di Papua, mulai dari harus bangun tenaga listrik sendiri, kemudian lahannya masih rawa-rawa dan banyak tantangan lainnya.
Selain itu, pabrik smelter inikan produksi padat modal bukan padat karya. Dan jumlah karyawannya tidak sampai ribuan.
“Seperti di Gresik yang sudah 25 tahun berjalan, jumlah karyawannya hanya 500 saja gak sampai ribuan,” ujarnya.
Sementara Vice President Corporate Communication (VP Corpcom) PTFI Riza Pratama mengatakan, PTFI tetap berkomitmen untuk membangun smelter kedua di Manyar Gresik, sebagai bagian dari kesepakatan dalam proses divestasi yang lalu.
“Untuk di Halmahera, sesuai dengan arahan pemerintah, PTFI masih dalam proses diskusi untuk menjajaki kerjasama dengan Tshingshan,” kata Riza melalui pesan singkat yang diterima seputarpapua.com, Kamis (05/02/2021). (Seputarpapua.com)