TERNATE, Beritamalut.co – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kota Ternte menyarankan kepada PDAM agar lakukan pemetaan terkait instansi pemerintah yang menunggak pembayaran air bersih.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi II DPRD kota Ternate Mubin A Wahid, Selasa (2/3/2021) usai rapat dengar pendapat bersama Asisten III Pemkot Ternate, Badan Pengelolaan Aset Daearah dan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disprindag).
Mubin mengatakan, rapat tadi sebagai tindaklanjut atas kunjungan kerja komisi II DPRD Kota Ternate ke PDAM terkait dengan tunggakan pembayaran Air berisih di PDAM di beberapa SKPD di kota Ternate dan masyarakat Kelurahan Sangaji.
Menurutnya, setelah komisi II melihat data yang disampaikan 20 penunggak termasuk di dalamnya masjid Al-Munawwar, kemudian Dinas Pariwisata, Museum benteng Orange, apakah itu menjadi tanggung jawab Dinas Pariwisata atau Dinas Kebudayaan karena pada saat itu belum dipisahkan dan itu nanti dipetakan oleh pemerintah kota Ternate siapa yang jadi tanggung jawabnya.
“Pemerintah kota Ternate akan memfasilitasi setiap OPD untuk dipertanyakan kendalanya,” tutur Mubin.
Sementara masyarakat Kelurahan Sangaji sesuai yang disampaikan Lurah bahwa mereka siap membayar sesuai kesepakatan bersama dengan Walikota Ternate.
DPRD juga menyerahkan kepada PDAM untuk melakukan pemetaan terkait dengan pemakaian air di kantor Bupati Maluku Utara pada tahun 1999-2010, yang kemudian menjadi kantor Gubernur tahun 2011-2017, ditempati juga KPU provinsi dan 2018-2021 di tempati sebagai Kantor Walikota Ternate.
Jika itu sudah dilakukan pemataan oleh PDAM maka tinggal menyurati pihak untuk melakukan pembayaran.
“Jika belum lagi, entah nanti pola apa yang dipakai terserah mereka, yang penting tunggakan itu bisa terselesaikan, sehinga bisa mendongkrak anggaran untuk pelayanan air bersih di kota Ternate,” ujar Mubin.
Sementara Asisten III Setda kota Ternate Thamrin Alwi, mengatakan pemkot akan mengevaluasi di jajaran tingkat Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang melakukan penunggakan pembayaran air.
Dan yang paling tinggi nilainya mungkin kantor ex walikota dan kantor walikota yang sekarang ditempati.
Sementara kantor eks Gubernur yang sekarang ditempati sebagai kantor walikota itu pada awal 2018. Namun pada awalnya di tahun 1999-2010 di tempati sebagai Kantor Bupati Maluku Utara, kemudian ditempati sebagai eks Gubernur Malut tahun 2011 dan KPU Provinsi, disitulah mulai tunggakannya
“Cuman kepemilikan sebagai pelanggang adalah pemerintah daerah kota Ternate, dan itu tidak keliru jika PDAM melakukan penagihan ke Pemkot dan hasil tagihan itu nanti kita kordinasikan dengan pihak KPU Provinsi untuk menyelesaikan pembayaran sehingga ini perlu kita klarifikasi masalah ini,” terangnya.
Untuk penungakan kantor walikota lama katanya sebanyak 33 bulan dan Kantor Walikota Ternate minimal 13 bulan.
Sementara di kantor eks walikota yang ditinggalkan sekretariat daerah itu hanya 1 bulan yang sisa, 32 bulan yang ditempati oleh OPD-OPD dan itu 5 OPD dan segi anggaran mereka tidak bisa diberikan anggaran jasa air. Karena OPD tidak miliki aset maka ini akan kami lakukan diinternal kami dan jika tidak ada anggran jasa air maka kita akan usul anggran jasa air di OPD-OPD sehingga ini tidak menjadi masalah,” kata Asisten II.
Ada juga terjadi perubahan momen klatur misalnya jika merujuk PP Nomor 16 tahun 2018 kemudian di jalan nya belum normal maka lahir lagi PP Nomor 90 tahun 2020 dan itu direvisi.
“Misalkan di OPD A, misal di Dinas Kebudayaan sebelum itu ditanggulangi oleh Diknas tapi sekarang sudah ditangung jawabkan oleh dinas Pariwisata,” Ungkapnya. (Sukur L)