Jakarta – Kontroversi Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) belum menemukan titik terang hingga hari ini ketika usianya genap 55 tahun. Keberadaan naskah yang menjadi menjadi dalih peralihan kekuasaan Soeharto dari Proklamator RI Sukarno belum jelas.
Upaya pencarian bukannya tidak dilakukan. Lembaga Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) telah membentuk tim pencari Supersemar sejak 2000 silam. Mereka melakukan penelusuran kepada orang-orang yang dianggap mengetahui keberadaan surat itu.
Pada Desember 2020, dalam sebuah diskusi daring, Plt Deputi Konservasi Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Multi Siswanti mengakui arsip Supersemar yang dimiliki atau disimpan kini tidak asli. Ia mengatakan saat ini pemerintah melalui ANRI terus berusaha mencari dan menemukan arsip Supersemar yang asli.
“Kita memiliki arsip Supersemar tapi itu dari berbagai versi. Setelah kita lihat dari autentikasinya ternyata itu bukan arsip yang asli,” kata dia, 13 Desember 2020.
Untuk mendapatkan arsip-arsip penting seperti Supersemar, ANRI melakukan sejumlah upaya salah satunya menerbitkan daftar pencarian arsip. Bagi pemerintah atau lembaga yang menciptakan arsip ada sebuah kewajiban yang mengharuskan menyerahkan arsip statis miliknya ke ANRI.
Selain itu, dalam penelusuran keberadaan Supersemar, ANRI pun mendatangi sejumlah tokoh yang pada masa ujung Orde Lama hingga peralihan ke Orde Baru memiliki peran penting yakni Jenderal (Purn) AH Nasution dan eks Ketua DPR Akbar Tandjung, hingga orang-orang di lingkaran Bung Karno.
Sebutlah ajudan Bung Karno Soekardjo Wilardjito Suharyanto, Maulwi Saelan, Sidharto Danusbroto, dan Sukmawati Soekarno Putri.
Dalam pencarian dokumen asli Supersemar itu, ANRI sendiri telah mendapatkan tiga versi yang kemudian keasliannya terbantahkan.
Versi pertama diperoleh dari Pusat Penerangan (Puspen) TNI tahun 1995. Setelah itu, ANRI mendapatkan versi Supersemar dari Sekretariat Negara. Versi ketiga didapatkan dari Akademi Kebangsaan pada 2012.
Semuanya versi yang didapatkan itu pun telah dibuktikan secara saintifik palsu.
Salah satu hal yang membuat pencarian dokumen fisik Supersemar sulit dilakukan hingga kini adalah para tokoh kunci yang mengetahui keberadaan surat perintah dari Bung Karno itu telah wafat, termasuk pula M Jusuf yang meninggal pada 2004 silam.
Sejarah mencatat M Jusuf sebagai salah satu dari tiga jenderal yang mendatangi Sukarno di Istana Bogor guna menyampaikan pesan Soeharto.
Sayangnya, pihak ANRI belum sempat melakukan wawancara dengan mantan anggota kabinet Dwikora itu.
Agus Santoso, salah satu pejabat ANRI yang pernah mengomandoi penelusuran surat sakti itu mengatakan terdapat empat tokoh yang menurutnya mengetahui persis keberadaan Supersemar.
Mereka adalah Soeharto, Menteri Sekretariat Negara 1972-1988 Sudharmono, Menteri Sekretariat Negara 1988-1998 Moerdiono dan Brigjen Budiono. Namun sayang, semua orang tersebut telah wafat.
Kontroversi mengenai perintah yang tertulis dalam surat itu belum terungkap kebenarannya. Selain itu, yang menjadi persoalan adalah perbedaan jumlah lembar surat tersebut. Beberapa versi sejarah mengatakan bahwa surat itu terdiri dari dua lembar. Sumber lainnya mengatakan satu.
Sejarawan Andi Achdian mengatakan hingga saat ini keberadaan Supersemar yang asli masih menjadi perdebatan. Versi Supersemar yang dimiliki ANRI tidak asli.
“Tapi orang sudah tahu, peristiwanya sendiri kan sudah cukup jelas,” kata Andi saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (10/3) sore.
Apa yang menjadi persoalan, kata Andi, adalah bunyi teks yang sebenarnya dari surat perintah itu. Sebab, dari teks tersebut muncul tafsir bahwa Soeharto diberikan wewenang penuh untuk mengendalikan keamanan oleh Sukarno.
“Yang menjadi kontroversi apakah sedalam itu,” kata Andi.
Menurut Andi, keraguan atas keaslian Supersemar akan terus menimbulkan keraguan karena hanya terdapat naskah fotokopi. Pencarian naskah yang sebenarnya menjadi tugas sejarawan.
“Kalo sejarawan profesional akan bilang ya bermasalah sumbernya. Cuma gimana dapetnya, itu yang mau cerita tentang proses jadi redaksi Supersemar itu yang memang harus dikaji terus,” tutur Andi. (CNNIndonesia.com)