Jakarta – Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi angkat suara terkait rencana impor 1 juta ton beras. Sebagaimana diketahui, tugas mengimpor 1 juta ton beras itu ada di tangan Perum Bulog
Akan tetapi, menurut Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso atau yang akrab disapa Buwas pihaknya kemungkinan tak bakal menyanggupi tugas tersebut, mengingat masih banyak sisa beras impor yang belum terpakai.
Lalu, buat apa pemerintah menugasi Bulog mengimpor beras lagi bila banyak yang tak terpakai?
Menurut Lutfi, wacana impor 1 juta ton beras itu dikeluarkan pemerintah untuk menjaga ketersediaan beras. Sekaligus, untuk mencegah spekulan memainkan harga beras di lapangan. Sebab, berdasarkan pengalaman yang ada, jika terjadi kekurangan pasokan beras di dalam negeri, spekulan kerap memanfaatkan situasi ini untuk mencari untung, menaikkan harga sangat tidak wajar.
“Tidak boleh pemerintah ini didikte oleh pedagang, tidak boleh pemerintah dipojokkan oleh pedagang. Kita mesti punya strategi. Saya bilang ini bagian dari strategi memastikan harga stabil bukan menghancurkan harga petani,” ujar Lutfi dalam Konferensi Pers secara virtual, Senin (15/3/2021).
Lagi pula, tugas impor 1 juta ton beras itu tak harus wajib terealisasi sejumlah segitu, tergantung dengan perkembangan kebutuhan akan beras ke depan seperti apa.
“Pokoknya saya ingatkan ini adalah mekanisme pemerintah, bukan berarti kami menyetujui suatu jumlah untuk impor, lalu serta merta itu diharuskan impor segitu. Tidak,” tegasnya.
Seperti pada 2018 lalu, Lutfi mencontohkan, pemerintah sempat menyetujui impor beras 500.000 ton. Namun realisasinya justru nol, karena waktu itu Bulog fokus pada penyerapan petani sehingga tidak jadi mengimpor. Hal serupa bisa saja terjadi lagi tahun ini.
Selanjutnya, Lutfi menjelaskan tiga faktor yang bisa jadi tidaknya Indonesia mengimpor beras atau mempengaruhi jumlah yang akan diimpor.
Pertama, dilihat dari realisasi dari prediksi produksi beras 2021. Produksi beras masih mungkin terpengaruh oleh faktor cuaca sehingga realisasinya bisa saja menjadi lebih rendah dari yang diprediksikan. Bila hal ini terjadi, maka Indonesia terpaksa mengimpor.
Kedua, faktor harga. Lutfi menjelaskan andai kata realisasi produksi baik, tetapi harga terus merangkak naik, maka mau tidak mau pemerintah wajib mengambil tindakan stabilisasi.
Ketiga, jika diperlukan penugasan khusus. Misal Bulog ditugaskan melakukan operasi pasar atau memasok kebutuhan beras bagi bantuan selama PPKM.
Selebihnya, Lutfi enggan terbuka, menurutnya tak elok bila pemerintah terlalu terbuka dengan strategi internalnya.
“Ini strategi saya, jumlah waktu dan harga itu ada di kantong saya. Enggak boleh saya ceritain, kalau saya ceritain semuanya bukan strategi namanya tapi pengumuman. Ini akan sulit jadinya,” timpalnya. (detikcom)