PEKANBARU – Eks Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau dan Maluku Utara, Muhammad Syahrir dijatuhi hukuman 12 tahun penjara. Syahrir dinyatakan bersalah atas perkara tindak pidana korupsi (tipikor) gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang pada sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru pada Kamis (31/8/2023).
Pada sidang vonis yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Salomo Ginting didampingi hakim anggota Yuli Artha Pujoyotama dan Yelmi, menyatakan Syahrir terbukti secara sah melanggar Pasal 12 huruf a dan huruf b juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 UU Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
”Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Muhammad Syahrir selama 12 tahun,” sebut hakim Salomo membacakan putusan.
Hakim juga menghukum Syahrir untuk membayar denda sebesar Rp1 miliar. Dengan ketentuan, apabila denda tidak dibayar maka dapat diganti pidana 6 bulan kurungan.
Hakim juga menghukum pensiunan ASN asal Palembang, Sumatera Selatan itu untuk membayar uang pengganti kerugian negara sebesar 112.000 dolar Singapura dan Rp21,1 miliar. Apabila uang itu tidak dibayarkan, maka dapat diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun.
Vonis yang dijatuhkan majelis hakim ini lebih tinggi enam bulan dari tuntutan JPU KPK. Dalam sidang tuntutan, JPU KPK menuntut Muhammad Syahrir agar dihukuman 11 tahun 6 bulan penjara. JPU KPK juga menuntut Syahrir membayar denda sebesar Rp1 miliar, dengan ketentuan, apabila denda tidak dibayar maka dapat diganti pidana 6 bulan kurungan.
Hakim juga diminta jaksa agar Syahrir dihukum membayar uang pengganti kerugian negara sebesar 112 ribu dollar Singapura dan Rp21,1 miliar. Apabila tidak dibayarkan, maka dapat diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun.
Atas vonis tersebut, Syahrir yang hadir secara virtual pada sidang tersebut menyatakan pikir-pikir. Dirinya meminta waktu berdiskusi bersama para penasihat hukumnya. Sementara perwakilan penasihat hukum Syarir, Hasnul Adrian, saat ditemui di luar sidang mengatakan kemungkinan pihaknya akan lakukan banding.
”Tadi (saat sidang, red) kami sudah sampaikan akan pikir-pikir. Tapi in sya Allah kami akan banding, karena putusan majelis tadi lebih tinggi dari tuntutan,” ungkap Hasnul.
Sumber: jawapos.com