TERNATE,Beritamalut.co-Pasca penggusuran di pasar Kotabaru oleh Pemkot Ternate, menyisahkan kisah bagi warga yang bermukim disana.
Disana ternyata tidak hanya pedagang yang berjualan tapi ternyata ada sekitar 31 kepala keluarga (KK) yang bermukim di rumah semi permanen yang ikut terkena penggusuran.
Mereka hingga kini masih bertahan di tenda arel pasar Kotabaru karena belum ada lokasi baru yang disediakan.
“Untuk warga yang memiliki KK sendiri ada 31 KK, itu untuk warga yang bermukim, selain itu mata pencaharian mereka tidak menetap. Kebanyakan buruh liar, terus yang lain jualan es, jualanya keliling di sekitar pemukiman. Dan sebagian besar 31 warga itu eksodus dari halmahera pasca kerusuhan 1998 kemarin, mereka juga bingung mau kemana. Tidak ada tempat yang ingin dituju untuk persoalan aktifitas ekonominya kan di situ, jadi tidak bisa kemana-mana. Kalau memang ada jaminan sosial dan ekonomi dari pemerintah, ya minimal harus di sosialisasi,” kata Ruslan Fino, perwakilan dari mereka.
Menurutnya, surat yang diajukan oleh Dinas Perindustrian tentang pengosongan lahan di kelurahan Kota Baru Kecamatan Ternate Tengah itu dianggap terlalu cepat sehingga belum ada kesiapan dari warga yang bermukim.
Surat tersebut katanya hanya ditujukan bagi para pedagang disana, namun bukan untuk warga yang telah lama bermukim.
“Kami hanya mempertegas persoalan-persoalan terkait, persoalan kwitansi yang ilegal selama satu tahun. Yang kedua kalau memang kita ini warga negara harus diperlakukan sebagaimana mestinya layaknya masyarakat umum. Karena semenjak penggusuran itu, kami dan juga saudara-saudara sudah dua minggu berada di tenda. Dan tidak ada satupun dari instansi pemerintah yang turut menengok aktifitas kami sehari-hari,” ujarnya.
Warga yang bermukim disana katanya memang tidak memiliki sertifikasi lahan kontrak tanah, namun disisi lain mereka bayar retribusi yang sudah berlangsung sejak 2017 hingga Juli 2018.
Besarannya pun bervariasi mulai dari Rp.150.000, Rp. 250.000 bahkan ada yang Rp.400.000 perbulannya.
“Sejauh ini tidak ada perhatian sama sekali dari pemerintah, kami juga merasa pesimis selaku warga negara yang memang secara administrasi diakui yang memiliki legalitas KK dan KTP di sini,” ujarnya.
Menurutnya, sejak awal ada kesepakatan pedagang di areal situ dengan Disperindag, untuk bayar perbulan ketika mau dibangun pasar di situ dan sebagai kompensasinya akan diberi tempat. Namun itu diluar bagi warga yang bermukim.
“Awalnya kami sudah buat kesepakatan di DPRD, dari Disperindag tidak bisa menindak lanjuti persoalan itu. Ini kan oknum-oknum Disperindag yang buat kesalahan kemarin itu mengenai penagihan. Makanya dari pihak pemerintah kota belum bisa menindak lanjuti aktifitas pengosongan lahan sebelum ada kesepakatan ganti rugi dan lain-lain. Hanya saja apa kata wakil komisi satu DPRD, nanti akan rapat lanjuta membahas persoalan jaminan sosial, dan kwitansi, selesai itu baru dilakukan pengosongan lahan,” katanya.
“Tapi kesepakatan itu tidak di realisasi sampai ada tindakan dari PLN pemadaman lampu dilanjutkan dengan pencabutan meteran di rumah warga,” katanya lagi. (jl)