TERNATE,Beritamalut.co-Komisi I, II dan III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Ternate, menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait pembangunan sport hall di Kelurahan Ubo-ubo serta Rumah Dinas Eks Bupati dan Gubernur Maluku Utara, Jumat (18/01/2019).
Dalam rapat tersebut, DPRD Kota Ternate meminta perhatian yang sungguh-sungguh kepada Pemerintah Kota Ternate agar setiap program maupun kegiatan yang objeknya terkait dengan lahan atau tanah, sebaiknya sebelum perencanaan, status tanahnya harus tuntas.
“Sehingga itu tidak lagi timbul permasalahan di kemudian hari, seperti yang kita dengar sekarang ini,” kata Mubin A. Wahid, Wakil Ketua I DPRD Kota Ternate, di ruang Eksekutif Room, Jumat (18/01/2019)
Terkait lahan yang berbatasan dengan tanah milik Polri di Kelurahan Ubo-ubo, DPRD juga meminta Pemkot agar berkoordinasi secara intens baik dengan Badan Pertanahan Nasional maupun Polda Maluku Utara.
“Supaya permasalahan ini dapat kliir. Karena pembangunan ini sudah kita keluarkan anggaran yang begitu besar. Kemudian yang kita anggarkan di tahun 2019 ini sebesar Rp 17 miliar, dan kita harapkan tahun ini sudah selesai agar dapat digunakan oleh Masyarakat,” ungkap Mubin.
Mubin juga menjelaskan, mengenai status tanah adalah milik Pemerintah Kabupaten Maluku Utara saat itu, setelah keluarnya Undang-undang No 11 tahun 1999 terkait pemekaran wilayah.
Disitu dikatakan bahwa seluruh aset eks Pemerintah Maluku Utara dalam waktu 1 tahun setelah pemekaran ini diserahkan ke Pemerintah Kota Ternate.
“Dengan demikian tanah itu sudah beralih ke Pemerintah Kota, yang kebutulan dikuasai oleh Pemerintahan Desa di Kelurahan Ubo-ubo. Kemudian dengan data itu direncanakan Pemerintah Kota untuk membangun Sport Hal. Karena ini berbatasan langsung dengan tanah yang bermasalah. Jadi saya kira tinggal koordinasi saja,” jelasnya.
Sementara terkait eks Rumah Dinas Bupati yang digunakan oleh gubernur Maluku Utara di Kelurahan Kalumpang, masih terkait dengan Undang-undang yang sama yaitu Nomor 11 Tahun 1999 1 tahun, dimana setelah pemekaran atau kota madya dibentuk, seluruh aset itu harus diserahkan pemerintah kota, sehingga kemudian Bupati Halbar menyerahkannya ke Pemkot Ternate.
Namun, pada saat diserahkan ternyata diatas lahan itu ada 1500 meter persegi ditambah 449 meter sekian yang dimiliki oleh salah satu warga bernama Noken.
Karena itu, ketika diserahkan ke pemerintah. Pemerintah Kota tidak bisa mengurus sertifikat hak milik, yang 400 meter lebih. Karena sudah gabung dengan 1500 dan berdiri diatas satu lahan yang sudah masuk ke lahan eks gubernur.
“Olehnya itu pemerintahkota harus berkoordinasi, karena ini milik sah sesuai sertifikat hak milik yang masih dimiliki oleh warga yaitu Noken tadi, tentunya pemerintah kota tentunya harus membebaskan lahan itu agar supaya mereka melakukan pengurusan sertifikat, satu lahan satu sertifikat,” kata politisi PPP itu.
“Adapun sekarang yang menjadi permasalahan katanya sudah diserahkan ke Polda dalam hal ini Dirlantas, saya rasa ini isu-isu yang sudah berkembang. Tapi sudalah karena ini sudah di publikasi, tentunya hasil keputusan rapat kami tadi, untuk status tanah tidak ada permasalahan setelah dipaparkan,” katanya lagi.
Mubin berharap dalam rangka penyelesaian antara Pemprov dan Pemerintah Kota Ternate, agar lebih meningkatkan hubungan baik dalam rangka koordinasi, termasuk dengan pihak polda sehingga permasalahan ini menjadi klir dan tidak ditertawakan oleh masyarakat.
“Cuman karena gara-gara lahan antara Pemerintah dan Pemerintah Provinsi yang saling aduh argumentasi di Publik sehingga permasalahan ini seolah-olah begitu luar biasa. Padahal masalah ini kalau kita duduk bersama-sama kita bicara secara baik-baik, dan kita dudukan persoalan maka insya Allah persoalan ini bisa terselesaikan dengan baik,” katanya.
Lanjut Mubin, untuk persoalan Noken yang proses di MA itu bukan soal kalahnya, karena perkara itu di MA dinyatakan NO artinya perkara itu dinyatakan tidak dapat diterima.
“Itu berarti bukan milik siapa-siapa? Berarti tanah itu kembali ke status semula, kalau itu NO. Jadi kalau gugatanya tidak dapat diterima atau MA menolak permohonan kasasi, berarti kembali ke semula bagaimana putusan Negri ataupun putusan Pengadilan Tinggi,” ujar Mubin.
“Yang saya lihat posisi kasusnya seperti ini, jadi karna status tanahnya sudah bersertifikat, dan itu ada nama Noken maka otomatis Badan Pertahanan Nasional (BPN) menyatakan itu milik dia,” kata Mubin lagi.
Ia berharap persoalan ini dapat diselesaikan ji to ji oleh semua pihak sehingga tidak terjadi gontok gotokan. (jl)