Beritamalut.co – Sebuah hadits jika diriwayatkan oleh Imam Muslim, kita hampir-hampir mengiyakan saja bahwa hadits itu adalah hadits yang shahih dan valid dari Nabi. Memang begitulah adanya. Shahih Muslim dianggap sebagai kitab yang berisi tentang kumpulan hadits shahih selain shahih Bukhari.
Hal itu tak lain karena kegigihan Imam Muslim dalam rangka mencari hadits, mengumpulkan, menuliskan lantas memilah dan memilih mana yang dianggap valid dari Nabi dan mana yang dianggap lemah dalam penisbatannya kepada Nabi.
Hanya saja ternyata tak sedikit yang belum mengetahui biografi dari penulis hadits shahih Muslim ini, termasuk sedikit sejarah tentang buku Shahih Muslim itu sendiri.
Melansir gomuslim.co.id, berikut penjelasannya:
Nasab
Beliau adalah Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Warad bin Kausyaz Abu al-Husain al-Qusyairi anNaisaburi.
An-Naisaburi merupakan nisbah terhadap tempat kelahiran beliau, yaitu kota Naisabur, bagian dari Khurasan yang sekarang manjadi bagian dari negara Iran arah timur laut. Beliau juga dinisbatkan kepada nenek moyangnya atau kabilahnya yaitu Qusairi bin Ka’ab bin Rabi’ah bin Sa’sa’ah suatu keluarga bangsawan besar.
Naisabur saat itu merupakan salah satu kota yang diperhitungkan sebagai pusat ilmu pengetahuan, politik, dan perekonomian. Sedangkan Khurasan, menurut Imam Dzahabi dalam kitabnya al-Amshar dzawatu al-Atsar, adalah tempat berputarnya hadis dan berkumpulnya orang-orang mulia. Karena di sana merupakan salah satu tempat diperolehnya sanad ‘ali (hadis dengan jalur periwayat yang pendek).
Kehidupan
Gambaran Umunya, Imam Muslim hidup pada masa daulah Abbasiyah yang pusat kekuasaannya di kota Baghdad. Beliau hidup pada masa Abbasiyyah II (232-334 H / 847-946 M), yaitu khalifah Mutawakkil.
Pada masa ini keadaan politik dan militer mulai mengalami kemerosotan, namun dalam bidang ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang signifikan atau kemajuan, bahkan sampai abad ke-4 Hijriah daulah Islamiyah mencapai zaman keemasan dalam bidang ilmu pengetahuan dan tidak terkecuali dalam bidang Hadits.
Keadaan itu antara lain dikarenakan negara-negara bagian daulah Islam berlomba-lomba dalam memberi penghargaan atau kedudukan terhormat kepada para ulama dan para pujangga.
Pada masa ini kehidupan politik semakin memanas, hal ini disebabkan oleh munculnya berbagai macam kelompok dan gerakan-gerakan. Tak jarang dari mereka sengaja melandaskan kepentingannya dengan beralaskan atas dasar hadits.
Pada awal abad ketiga hijriyah, dipegang oleh khalifah al-Makmun (w. 218 H) yang pendapatnya sama dengan kaum Mu’tazilah, maka ulama hadits mengahadap ujian yang begitu berat lagi. Keadaan yang sangat tidak menguntungkan bagi ulama Hadits abad ini tetap berlanjut pada masa khalifah alMu’tashim (w. 227 H) dan al-Wasiq (w. 232 H).
Barulah pada waktu khalifah al-Muwakkil mulai memerintah, yaitu mulai 232 H, ulama Hadits mulai mendapat angin segar yang menyenangkan, sebab khalifah ini memeliki kepedulian terhadap Hadits.
Keadaan tersebut sangat berpengaruh sekali terhadap perkembangan Hadits. Pada masa ini hadits-hadits Nabi semakin tersebar luas ke berbagai wilayah. Sementara itu, pemalsuan Hadits dengan motivasi yang berbeda-beda pun kian merajalela. Dalam suasana seperti itu, bangkitlah para ulama Hadits temasuk Imam Muslim, untuk belajar Hadits, melawat mencari hadits, menyeleksi dan menghimpunnya.
Lahir Tahun 206 H
Para ahli sejarah Islam berbeda pendapat mengenai waktu lahir dan wafat Imam Muslim. Ada yang menyebutkan beliau dilahirkan pada tahun 206 H dan wafat pada tahun 261 H di Naisabur, sehingga usia beliau pada saat wafat adalah 55 tahun.
Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Abu Abdillah Al-Hakim An-Naisaburi dalam kitab Ulama Al-Amshar, juga disetujui An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim.
Tahun 218 H: Mulai Belajar
Al-Hafidz Adz-Dzahabi menuturkan bahwa Imam Muslim mulai belajar hadits sejak tahun 218 H. Berarti usia beliau ketika itu sekitar 12 atau 14 tahun. Beliau melakukan perjalanan dalam mencari ilmu ke beberapa wilayah dalam rangka menuntut ilmu hadits dari mulai Irak, kemudian ke Hijaz, Syam, Mesir dan negara lainnya,
Imam Muslim termasuk diantara para ulama yang menghidupi diri dengan berdagang. Beliau adalah seorang pedagang pakaian yang sukses. Meski demikian, beliau tetap dikenal sebagai sosok yang dermawan. Beliau juga memiliki sawah-sawah di daerah Ustu yang menjadi sumber penghasilan keduanya.
Tahun 235 H: Mulai Menulis Shahih Muslim
Imam Muslim bin Hajjaj memulai menulis karya monumentalnya Shahih Muslim pada tahun 235 H. Ia menulis Shahih Muslim di umur 29 tahun.
Tahun 250 H: Selesai Menulis Baru Berguru ke Bukhari
Imam Muslim bin Hajjaj menyelesaikan Shahih Muslim pada tahun 250 H. Imam Muslim membutuhkan waktu sekitar 15 tahun untuk menyelesaikan Shahih Muslim. Beliau menyelesaikan karya monumentalnya di umur 44 tahun.
Sejarah mencatat bahwa Imam Bukhari singgah di kota Naisabur, tempat menetapnya Imam Muslim sebanyak dua kali. Pertama adalah tahun 209 H, tempat Imam Bukhari singgah di kota Naisabur di usia Imam Bukhari berumur 15 tahun dan Imam Muslim ketika itu masih berumur empat tahun.
Kedua adalah tahun 250 H, saat Imam Bukhari menetap dan mengajarkan ilmu Hadis kepada Imam Muslim selama lima tahun di kota Naisabur. Beberapa tahun setelahnya, Imam Bukhari wafat tepatnya imam Bukhari wafat pada tahun 256 H.
Tahun 250 H adalah tahun kedatangan kedua Imam Bukhari di kota Naisabur dan tahun yang sama Imam Muslim telah menyelesaikan karya kitab Shahih Muslim. Inilah salah satu alasan kenapa Imam Muslim tak mengambil hadits dari Imam Bukhari dalam kitab Shahihnya.
Tahun 261 H: Wafat
Pada usia 55 tahun hijriyyah, beliau wafat. Disebutkan bahwa wafatnya beliau karena sakit. Sakit beliau dimulai karena suatu ketika beliau tak bisa menjawab permasalah hadits.
Keistimewaan
Al-Khatib al- Baghdadi meriwayatkan dengan sanad lengkap, dari Ahmad bin Salamah, berilau berkata; “Saya melihat Abu Zur’ah dan Abu Hatim senantiasa mengistimewakan dan mendahulukan Imam Muslim bin al-hajjaj di bidang pengetahuan hadits shahih atas guru- guru mereka pada masanya.
Hafalan
Imam Muslim menghafal banyak hadits, baik sanad dan matannya. Ia pernah berujar, “Aku susun kitab Shahih ini yang disaring dari 300.000 hadits yang Saya dengar.”
Kedermawanan
Beliau adalah orang yang dermawan dari Naisabur. Ad-Dzahabi menyebut beliau adalah Muhsin Naisabur; orang dermawannya Naisabur.9 Karena beliau adalah pedagang yang kaya.
Imam Muslim secara finansial bisa dikatakan berkecukupan, karena profesinya sebagai pedangan sukses. Beliau memiliki harta melimpah yang dimanfaatkan untuk pembiayaan perjalannnya dalam mencari ilmu, untuk mendukung semangatnya yang tinggi dalam berguru kepada berbagai syeikh seantero dunia.
Padahal pada zamannya, para khilafah dan pejabat negara sangat memiliki perhatian besar dan terbiasa memberikan hadiah dan bantuan keuangan kepada para ulama yang senantiasa dijadikan rujukan utama dalam menjalankan kebijakan pemerintahannya.
Demikian biografi tentang Imam Muslim yang selama ini menjadi rujukan terbaik tentang hadits shahih. Wallahua’lam Bisshawab. (hmz)
Sumber:
– Buku Biografi Imam Muslim, Hanif Luthfi Lc, MA, Rumah Fiqih Indonesia