JAKARTA – Mendapatkan beasiswa kuliah ke luar negeri menjadi salah satu impian pelajar tanah air. Selain ingin mendapatkan pengalaman dan mempelajari budaya baru, belajar di luar negeri dengan beasiswa bisa menjadi kebanggaan tersendiri.
Seperti kisah wanita asal Yogyakarta, Aishah Prastowo yang berhasil masuk di salah satu kampus bergengsi dunia, yaitu Universitas Oxford dengan program beasiswa. Aishah mengambil program DPhil (setara S3) Engineering Science.
Wanita berhijab ini pun menceritakan perjalanan kuliahnya hingga bisa menempuh pendidikan di Universitas Oxford dengan beasiswa. Aishah memulai masa kuliahnya di Universitas Gadjah Mada (UGM) di Fakultas Teknik Fisika.
“Saya lulus SMA tahun 2007. Sejak SMP memang suka dengan pelajaran Fisika dan pernah dapat medali perak di olimpiade Fisika nasional tingkat SMP. Jadi waktu memilih jurusan saya mempertimbangkan untuk masuk Fisika atau Teknik Fisika. Setelah lihat-lihat kurikulum Teknik Fisika, saya tertarik karena lebih banyak aplikasinya sehingga saya mendaftar ke sana,” ungkapnya saat dihubungi Wolipop dari detik.com, Jumat (14/8/2020).
Ketika mengenyam pendidikan di UGM, Aishah menuturkan jika kedua orangtuanya sangat mendukung. Ayahnya sendiri merupakan dosen di fakultas MIPA UGM dan tinggal di Yogyakarta. Jadi dia tidak perlu jauh dari orangtua.
Aishah pun menyebutkan alasan memilih jurusan Teknik Fisika. Dia mengaku tertarik mengaplikasikan ilmu Teknik Fisika di bidang Biomedis dan Biologi.
Setelah lulus S-1 Teknik Fisika dari UGM, Aishah melanjutkan kuliah S-2 di Paris Descartes University, Prancis di bidang Interdisciplinary Life Sciences. Aishah mendapatkan beasiswa dari pemerintah Prancis untuk meraih gelar masternya.
“Program studi ini unik karena mempelajari bagaimana life science bersinggungan dengan bidang-bidang ilmu lain seperti Fisika, Matematika, Teknik, Teknologi Komputasi atau Pemrograman, hingga Ilmu Komunikasi,” jelasnya.
Meraih Beasiswa Luar Negeri di Universitas Oxford
Berhasil menyelesaikan S-2 di Prancis, Aishah melanjutkan kuliah ke jenjang pendidikan tertinggi yaitu S-3 atau sering disebut sebagai program doktoral. Jenjang ini banyak diikuti oleh para akademisi atau orang yang berkarier dalam bidang ilmu pengetahuan.
Aishah mendaftar untuk mendapatkan beasiswa luar negeri S-3 di Universitas Oxford setelah menyelesaikan S-2 pada 2013. Pada saat itu, dia melihat iklan lowongan seorang supervisor di Oxford yang sedang mencari mahasiswa.
“Waktu itu memang cari-cari S-3. Coba-coba daftar beberapa kampus dan beasiswa, sempat daftar di Belanda, Prancis, Amerika Serikat, tapi yang diterima di Oxford. Waktu itu supervisor di Oxford pasang iklan lowongan cari student. Dan dulu sempat udah interview di Delft, Belanda, tapi nggak lolos, sempat dapat di Prancis juga tapi nggak boleh pake hijab di kampusnya sana, jadi daftar-daftar terus,” kisah Aishah.
Wanita 29 tahun ini mendapatkan beasiswa kuliah S-3 di University of Oxford di Department of Engineering Science. Untuk menyelesaikan gelar doktoranyal, dia mengambil topik penelitian mengenai mikrofluida berbasis droplet.
“Di sini saya menggunakan droplet-droplet yang dibentuk di lab sebagai pengganti tabung reaksi yang ukurannya sangat kecil. Keuntungannya, apabila kita menggunakan droplet ini untuk melakukan test biomedis, volume sample dan reagen yang diperlukan jauh lebih kecil, waktu test lebih singkat, dan bisa memproses dengan lebih efisien. Saya mengamati sifat droplet yang volumenya sekitar ratusan nanoliter hingga microliter pada permukaan datar ditinjau dari segi fisika dan engineeringnya,” jelasnya.
Kuliah di salah satu universitas bergengsi di dunia, Aishah mengaku sempat merasa jenuh karena melakukan penelitian yang memakan waktu bertahun-tahun. Dia mulai kuliah pada 2014 dan menyelesaikan S-3 pada 2019.
“Saya mulai tahun 2014 dan selesai awal 2019, proyek penelitian yang menantang dan harus belajar sendiri, karena ada gap antara materi yang dipelajari di UGM dengan ekspektasi dosen di Oxford sehingga saya harus mengejar ketertinggalan. Selain itu, pada saat itu saya masih belum menikah jadi belum ada yang benar-benar support mental saya. Pada akhirnya saya reach out ke counseling service di universitas yang alhamdulillah dapat membantu mengembalikan semangat berjuang menyelesaikan studi melalui program workshop dan konselingnya,” ujarnya.
Aishah sempat rehat pada 2018 karena menikah dengan Budi Santoso dan kemudian hamil hingga melahirkan anak pertamanya yang bernama Falah Santoso. Dia menikah setelah mendaftarkan disertasinya.
“Saya menikah habis submit disertasi, jadi waktu sidang atau ujian akhir saya balik lagi ke Oxford sama suami. Alhamdulillah waktu ujian akhir itu ditemani sekalian honeymoon,” kata Aishah yang menikah dengan taaruf itu.
Kini Aishah yang meraih beasiswa luar negeri di Prancis hingga Inggris tinggal bersama keluarga kecilnya yang berada di Yogyakarta dan menjadi ibu rumah tangga. Sembari mengurus anak, ia masih membantu dosennya untuk menulis karya ilmiah. (detik.com)