TERNATE, Beritamalut.co – Pasangan Bakal Calon Walikota Ternate dan Wakil Walikota Ternate dari jalur independen, Muhdi-Gazali menyesalkan putusan KPU Kota Ternate yang tidak meloloskan mereka.
Dr. Muhdi yang dihubungi beritamalut.co by phone, Sabtu (22/8/2020) mengatakan, KPU dan Bawaslu harusnya memahami perubahan sistem Pilkada jalur perseorangan yang baru pertama kali menggunakan IT formasi verifikasi faktualnya (verfak) adalah sensus, yang sebelumnya manual menggunakan verifikasi sampel.
KPU dan Bawaslu juga katanya tidak boleh memaksakan verfak ini di masa pendemi covid-19, harusnya fleksibel karena mengumpulkan massa lebih dari 20 itu sudah diatur dalam Perpu KPU, tetapi apa yang dilakukan melalui verfak dipaksakan seperti kondisi-kondisi normal dan itu seharusnya menjadi catatan KPU dan Bawaslu.
Menurutnya, proses pilkada jalur perseorangan itu ada dua hal khususnya pendaftaran sampai pada tingkat verfak.
Pertama dalam proses pendaftaran administrasinya sudah dinyatakan lolos maka tentu tinggal melalui tahapan. Dan tahapan itu ada dua, yang pertama apabila Tidak Memenuhi Syarat (TMS) misalkan TMS nya 1 maka konsekuensinya kelipatan dua.
“Itu artinya pendaftaran pertama tahapannya tidak lolos, tahap kedua dalam perbaikan yang diminta oleh KPU apabila TMS nya sudah dipenuhi maka itu sudah dinyatakan lolos. Karena perbaikan ini tinggal melengkapi kekurangannya, tapi faktanya tidak seperti itu,” ungkap Muhdi.
Dia juga menyentil kinerja dua penyelengara ini terutama PPL (Pengawas Pemilihan Lapangan) dimana fungsinya hampir sama dengan PPS (Panitia Pemungutan Suara) sebagai pelaksana.
Sehingga kadang tidak bisa bedakan dimana fungsi PPS dan dimana fungsi PPL.
“Sebenarnya fungsi PPL hanya pengawasan tidak bisa ikut dalam verifikasi faktual,” ujar Muhdi.
Dia mencontohkan PPL di dalam proses verifikasi faktual di dalamnya ikut meneliti. Dan apabila ditemukan kegandaan dan ada keterlibatan ASN berarti itu hanya pada TMS saja, karena di lapangan hanya pembuktian.
Kemudian tahapan KPU dalam pelaksanaan verfak tahapan perbaikan di KPU memang diikuti secara nasional dan itu sudah tidak bisa diubah karena memang jadwal dari KPU RI
“Tatapi, dalam alokasi waktu yang di berikan oleh KPU itu 7 hari dan itu sangat singkat mulai dari tanggal 9 -15 Agustus 2020. Namun kenyataannya tahapan ferivikasi faktual di lapangan dua hari berjalan di tanggal 9-10 Agustus 2020 tidak berjalan sebagaimana mestinya. Karena, sebagian besar PPS di bagian kelurahan disibukkan dengan tahapan pencocokan dan panitia daftar pemilih (Coklik). Maka kalau kita mengacu waktu yang diberikan berarti hanya 5 hari aktif bukan 7 hari sehingga ini sangat merugikan pihak kandidat,” ungkapnya.
“Yang berikut terkadang tim penghubung mengalami kesulitan mengumpulkan dukungan satu titik tertentu akan tetapi proses verifikasi tidak dapat dilaksanakan karena ketidakhadiran PPL dan PPS, sehingga dukungan yang sudah dikumpulkan membubarkan diri dengan sendirinya dengan alasan menyita aktifitas kepribadian mereka,” katanya lagi.
Apalagi situasi pendemi covid-19 ini menimbulkan rasa takut masyarakat melakukan interaksi dengan orang lain, sehingga itu juga menjadi kesulitan tim penghubung menghadirkan dukungan untuk melakukan verifikasi faktual.
Kemudian tim penghubung katanya di hari terakhir kesulitan menghadirkan dukungan kerena terkadang PPL dan PPS tidak tersentuh di kantor kelurahan sekitar tanggal 14-15 Agustus 2020.
Dan itu seharusnya menjadi catatan dan pertimbangan KPU dan Bawaslu bukan kebijakan sehingga tidak merugikan kandidat karena ini juga situasi pendemi covid-19 dan semestinya diberikan kesempatan.
“Ini sangat perlu dipertimbangkan soal privatisasi seseorang karena di tahapan verifikasi faktual perbaikan tahap dua ini kan diarahkan lebih banyak dokumentasi oleh pihak penyelenggara. Misalkan dalam satu rumah atau keluarga, ada satu PNS entah istri atau suami sementara lain kan tidak PNS atau ASN dan mereka punya hak mendukung tapi karena lebih banyak di dokumentasi sehingga mereka takut,” tambahnya.
Dia juga menambahkan bahwa kinerja Panwascam dan PPL ini sebagai lembaga pengawasan namun mereka lakukan seolah-olah mereka ini pelaksana.
“Kami juga memberikan atensi kepada KPU dan Bawaslu dalam hal ini kinerja terutama KPU yang sudah memberikan pelayanan yang baik dalam konsuldasi dan teknis maupun yang lain. Dan itu mereka juga harus menghargai kita yang sudah bekerja keras dan maksimal. Walaupun, hasil kami tidak maksimal tapi itulah kemampuan kami dalam hal kinerja,” katanya lagi. (Sukur L)