TERNATE, Beritamalut.co – Rencana pembuangan limbah tailing di Perairan Pulau Obi mendapat sorotan dari akademisi Perikanan dan Kelautan Universitas Khairun Ternate, Dr. Nurhalis Wahiddin.
Nurhalis mengatakan, pembuangan limbah tailing ke perairan pulau Obi harus berdasarkan Peraturan Mentri lingkungan hidup dan Kehutanan (PERMEN LHK) Nomor 12 tahun 2018 tentang tata cara Dumping (pembuangan) limbah Ke laut.
Dimana pada Pasal 2 nomor (1) Setiap orang yang menghasilkan limbah dilarang melakukan Dumping (pembuangan) Limbah ke laut tanpa izin. nomor (2) Limbah yang dapat dilakukan Dumping (pembuangan) ke laut meliputi: huruf (a) Limbah B3 dan huruf (b) limbah non B3.
“Karena pembuangannya harus berada dibawah lapisan termoklin dan itu harus dikaji oleh PT Harita Group karena, lapisan termoklin itu berada pada kedalaman sekitar 100-200 meter,” kata Nurhalis ketika ditemui Beritamalut.co, Kamis (25/2/2021).
Kemudian dalam Pasal 3 disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan Dumping (Pembuangan) limbah ke laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus memenuhi ketentuan, huruf (a) persyaratan Limbah sebelum dilakukan Dumping Limbah ke laut, huruf (b) persyaratan lokasi Dumping Limbah ke laut, huruf (c) tata cara Dumping limbah ke laut, dan huruf (d) dan pemantauan lingkungan.
Dalam berikutnya yaitu Pasal 8 nomor (1) Lokasi Dumping Limbah ke laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b harus memenuhi persyaratan.
Pertama terletak di dasar laut pada laut yang memiliki lapisan termoklin permanen, tidak berada di lokasi tertentu atau di daerah sensitif, dan rona awal kualitas air laut harus memenuhi baku mutu air laut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Begitu juga Pasal 8 nomor (2) bahwa dalam hal tidak terdapat laut yang memiliki lapisan termoklin permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, lokasi Dumping limbah berupa tailing harus memenuhi persyaratan, yaitu terletak di dasar laut dengan kedalaman ≥ 100 m (lebih besar dari atau sama dengan seratus meter), secara topografi dan batimetri menunjukkan adanya ngarai dan/atau saluran di dasar laut yang mengarahkan tailing ke kedalaman ≥ 200 m (lebih besar dari atau sama dengan dua ratus meter), tidak ada proses pengadukan (mixing) di daerah upwelling, dan tidak menimbulkan dampak terhadap daerah sensitif berdasarkan kajian pemodelan sebaran dampak.
Selanjutnya Pasal 9 nomor 1 dijelaskan bahwa Dumping Limbah ke laut wajib memperhatikan penurunan kadar racun jenis limbah, jumlah limbah, jarak Dumping Limbah terhadap daerah sensitif, waktu Dumping Limbah, debit Dumping Limbah, cara Dumping Limbah, dan proses dan jenis kegiatan pertambangan, untuk Limbah yang bersumber dari pertambangan mineral berupa tailing.
“Pasal 11 nomor 1, setiap orang yang melakukan Dumping Limbah ke laut wajib melakukan pemantauan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d. Kemudian nomor 2 Pemantauan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit terhadap, kolom air, sedimen laut, dan ekosistem laut,” katanya.
Dia menambahkan, semua benda asing yang masuk ke perairan pasti punya dampak termasuk polusi, zat padat dan zaj cair, begitu juga proses dumping atau proses pembuangan tailing ke laut karena tailing sisa pengelolaan zat padat dan zat cair oleh industri.
“Maka apapun yang masuk ke laut itu akan menjadi sebuah masalah begitu sampah yang menjadi masalah besar untuk ekosistim karena ekosistim adalah wilayah pesisir ke wilayah dangkal,” tutur Nurhalis.
Untuk itu katanya, persoalan ini harus dilakukan kajian atau penilitian yang detail tentang tatacara pembuangan dan lokasi pembuangan Tailing.
Harus disiapkan teknologi tertentu ketik di dumping atau dibuang, itupun harus dijamin tidak ada penumpukan pada wilayah Termoklaine karena Termoklaine adalah kerapatan lebih tinggi dari massa air diatas permukan maupun massa air dibawahnya dan terjadi percampuran zat secara sempurna. (SUKUR)