MULIN ; ARAH BARU SEKTOR KELAUTAN & PERIKANAN MALUT
Oleh :
IKBAL BUAMONA,S.Pi
Alumnus Perikanan & Kelautan Unkhair
SELANG beberapa hari belakangan publik Malut sedang disuguhkan dengan diskursus Lumbung Ikan Nasional sebagai program prioritas pemda Malut wabil khusus DKP Provinsi Maluku Utara, diskursus tersebut tentu memiliki alasan kuat sebab titik berangkat pembangunan yang bertumpu pada daratan kini mulai perlahan – lahan bergeser ke arah laut.
Pergeseran arah pembangunan tersebut tentu memiliki makna bahwa laut juga bisa menjanjikan kesejahteraan untuk masyarakat utamanya masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan komersil. Dari konsep pembangunan yang mengidolakan sektor darat tentu tidak bisa dibilang tidak menjanjikan kesejahteraan tetapi sektor darat telah lama di gerus hingga pada taraf ini prospek pertanian mengalami kelumpuhan dari aspek harga hasil produksi pertanian.
Riuhnya diskursus Malut sebagai Lumbung Ikan Nasional semakin memantik semangat pemerintah daerah sebagai akselerator pembangunan yang meletakkan pencanangan LIN sebagai proyek kelautan untuk menjadikan laut adalah tempat menggali kebutuhan dasar pembangunan sebagaimana taglinenya “Menggali Emas Biru”.
Semangat tersebut tentu tidak hanya dipicu oleh isu pembangunan fisik semata melainkan LIN di gadang-gadang akan menggerakkan sektor ekonomi sebagai tumpuan awal pengelolaan perikanan di gerakkan. Namun perlu untuk di kaji lagi bahwa, pengelolaan perikanan di abad modern telah bergeser dari urusan ekonomi lokal menjadi urusan ekonomi global. Pergeseran urusan tersebut dilihat dari melambungnya nilai perdagangan hasil perikanan hingga mencapai milyaran dollar.
Perikanan malut jika di pandang dari sisi sumberdaya laut, Malut memiliki segudang potensi perikanan yang jika kelola secara baik tanpa harus berbelit belit proses perijinannya, maka kesejahteraan yang di impikan-impikan akan mudah di capai. Karena pada tataran pengelolaan perikanan, sadari sungguh bahwa kita membutuhkan proses yang terintegrasi sebagai upaya untuk mengimplementasikan aturan- aturan main di bidang pengelolaan perikan. Upaya demikian dilakukan tak lain hanya untuk menjamin keberlanjutan produktifitas sumberdaya perikanan tetap sustanable.
Semangat untuk menjadikan Maluku Utara sebagai Lumbung Ikan Nasional (LIN) dimaklumi sebagai upaya yang diyakini dengan cepat akan menjadikan sektor perikanan sebagai sektor primadona yang setidaknya bisa menggantikan sektor lain sebagai penyuplai devisa pertumbuhan ekonomi di Maluku Utara. Dengan menjadikan Maluku Utara sebagai Lumbung Ikan, maka reorientasi ini akan membawa perubahan yang sangat signifikan pada sektor ekonomi. Perubahan-perubahan mendasar ini akan tercermin dari focus pembangunan sektoral misalnya dari sektor pertanian ke sub sektor perikanan ataupun dari sektor pertambangan ke sektor perikanan.
Sebagai Provinsi yang berlatarkan kepulauan yang telah mencanangkan LIN sebagai isu strategis pembangunan tentu tidaklah berarti jika para pemangku kebijakan tidak melakukan kesiapan yang lebih matang. Kesiapan yang dimaksud adalah kesediaan sarana dan prasarana, fasilitas dan kebutuhan mendasar lainnya tersebab ada beberapa kabupaten kota yang telah di tetapkan sebagai Sentra Kawasan Perikanan Terpadu (SKPT) dan Sentra Perikanan Terpadu (SPT) jika dilihat dari sisi kesiapan tentu tidak bisa disimpulkan bahwa daerah tersebut telah siap dijadikan sebagai sentra pembangunan perikanan, tersebab fasilitas sebagai kebutuhan dasar seperti pelabuhan perikanan, tempat penampungan ikan, dan kapal perikanan.
Fasilitas tersebut di beberapa daerah bahkan tidak memilikinya sama sekali. Semisal fasilitas pelabuhan yang dijadikan sebagai akses penghubung agenda publik untuk menghungkan antar pulau dari setiap Kabupaten Maupun Kota, jika pelabuhan saja tidak ada, Ini masalah.
Dari uraian beberapa masalah tersebut di atas tentu tidak membuat congkak semangat kita bahkan sampai pada menyeret kita ke dilematis yang berlebihan, terlebih untuk mendorong sektor kelautan di daerah yang basisnya adalah kepulauan sudah menjadi kewajiban dari semua pihak (praktisi, Akademisi, aktivis, dan pemangku kepentingan) di sektor perikanan. Meski mendorong sektor perikanan tak segampang membalikkan telapak tangan namun siap tidak siap, Malut yang dengan segudang potensi kelautannya tak ayal jika nelayannya tak sejahtera. (*)