Jakarta – Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun menilai di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terdapat istilah anak tiri dan anak kandung yang tertuju kepada masing-masing unit eselon I atau direktorat.
Istilah itu muncul, dikatakan Misbakhun karena adanya perlakuan yang berbeda dari pimpinan kepada masing-masing unit direktorat di Kemenkeu.
Pernyataan ini, dikatakan Misbakhun sekaligus menanggapi adanya rumor mengenai pemberian tunjangan kinerja (tukin) sebesar empat kali kepada salah satu direktorat. Direktorat yang dimaksud adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Bahkan, hal tersebut juga dipertanyakan di petisi penolakan pencairan THR PNS.
“Sedangkan unit eselon I di Kemenkeu yang diduga saat ini sudah menerima empat kali tukin, dugaan saya adalah Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai,” kata Misbakhun saat dihubungi detikcom, Jakarta, Selasa (4/5/2021).
Hingga pukul 13.55 WIB, petisi yang dimulai oleh akun bernama Romansyah H ini sudah diteken 18.920 akun dari target 25.000 akun. Petisi THR PNS ditujukan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), Menteri Keuangan, serta Ketua dan Para Wakil Ketua DPR.
Anggota yang berasal dari Fraksi Golkar ini mengaku sudah lama mendengar rumor pembayaran tukin yang tidak adil di lingkungan Kemenkeu khususnya antar direktorat.
“Sehingga di Kemenkeu ada istilah anak tiri dan anak kandung. Lahir istilah anak pungut, karena perlakuan yang berbeda-beda antar Direktorat Jenderal di Kemenkeu,” katanya.
“Perlakuan tidak adil soal pembayaran tukin di antara Direktorat Jenderal di Kemenkeu ini sudah lama saya dengar rumornya bahkan pembayaran tukinnya dilakukan secara sembunyi-sembunyi hanya disebarkan lewat WA (WhatsApp) group. Sehingga saat tertutup dan beredar di kalangan yang terbatas,” tambahnya.
Sementara itu, Misbakhun menilai komentar tentang Kemensultan para akun pengisi petisi penolakan pencairan THR PNS 2021, tertuju kepada Kementerian Keuangan.
Dia menyebut Kemensultan adalah Kementerian Keuangan karena dari beberapa indikator seperti tunjangan kinerja (tukin) hingga insentif lainnya.
“Soal Kemensultan yang disinggung oleh petisi dugaan saya itu mengarah kepada Kementerian Keuangan. Karena selama ini dari sisi tukin, IPK, dan insentif lainnya Kementerian Keuangan memang lebih besar jumlah nilai nominal rupiah dan grading-nya,” ungkapnya.
detikcom sudah menghubungi Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Rahayu Puspasari dan Staf Khusus Menteri Keuangan (Menkeu) Yustinus Prastowo. Keduanya sudah membaca pesan tersebut namun belum memberikan tanggapan. (detikcom)