Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengerahkan 30 orang Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menangani kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana mengingatkan ada konsekuensi yang diberikan bila JPU yang dikerahkan tidak profesional.
“Jaksa yang menangani perkara apapun / untuk semua perkara tanpa diperintah dan disuruh sudah pasti profesional dalam menanganinya, kalau tidak tentu akan ada konsekuensinya dari pimpinan,” kata Ketut seperti dikutip pada Minggu (14/8).
“Tentu dalam penanganan perkara apapun Jaksa Penuntut Umum tanpa diminta dan disuruh harus profesional,” sambungnya.
Ia mengatakan hal paling penting dalam penangan kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J ialah koordinasi antara penyidik dan JPU agar penyelesaian perkara bisa dilakukan dengan cepat.
Ketut menambahkan, penanganan kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J dilakukan langsung oleh Jampidum Fadil Zumhana.
Diketahui, dalam kasus ini polisi telah menetapkan Irjen Ferdy Sambo beserta Bharada E, Bripka RR, dan KM alias Kuwat Maruf sebagai tersangka pembunuhan Brigadir J.
Keempat tersangka itu dijerat dengan Pasal 340 subsider Pasal 338 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 56 KUHP terkait dugaan pembunuhan berencana.
Sementara itu, Inspektorat Khusus (Irsus) telah memeriksa 31 personel Polri terkait dugaan ketidakprofesionalan dalam menangani kasus kematian Brigadir J yang terjadi di rumah dinas Sambo.
Kendati demikian, sampai saat ini Polri belum mengungkap motif di balik penembakan Brigadir J. Kepala Bareskrim Polri Komjen Agus Andrianto berdalih hal ini untuk menjaga perasaan.
“Untuk menjaga perasaan semua pihak, biarlah jadi konsumsi penyidik dan nanti mudah-mudahan terbuka saat persidangan,” kata Agus saat dihubungi, Kamis (11/8). (CNNIndonesia.com)