Jakarta – Indonesia hingga kini telah mencatat 152 kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak. Seiring kasus yang meroket, belum ditemukan penyebab di balik kasus-kasus ‘misterius’ tersebut. Namun mengingat beberapa waktu lalu Gambia mencatat lebih dari 60 kematian anak dengan cedera ginjal akibat sirup obat batuk produksi India, muncul dugaan parasetamol menjadi biang kasus gagal ginjal.
“Yang paling khas adalah penurunan jumlah air kencingnya atau buang air kecilnya yang kita kenal dengan oliguria atau sama sekali tidak ada urinenya atau yang kita kenal dengan anuria,” ungkap Plt. Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kemenkes dr Yanti Herman dalam konferensi pers virtual, Jumat (14/10/2022).
“Juga didiagnosa bahwa gagal ginjal akut ini belum diketahui etiologi atau penyebabnya baik peneybab secara prerenal, renal, maupun postrenal,” sambungnya.
Terkait dugaan parasetamol di balik kasus gangguan ginjal misterius, pakar farmasi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dr Zullies Ikawati menjelaskan overdosis parasetamol bisa terjadi pada kasus konsumsi berulang. Namun pun terjadi toksisitas, umumnya pada hati (liver), bukan ginjal.
“Overdosis parasetamol dapat terjadi pada penggunaan akut maupun penggunaan berulang. Overdosis parasetamol akut dapat terjadi jika seseorang mengkonsumsi parasetamol dalam dosis besar dalam waktu 8 jam atau kurang,” ungkap Prof Zullies dalam keterangan tertulis diterima detikcom, Kamis (15/10).
“Kejadian toksik pada hati (hepatotoksisitas) akan terjadi pada penggunaan 7,5-10 gram dalam waktu 8 jam atau kurang. Kematian bisa terjadi (mencapai 3-4 persen kasus) jika parasetamol digunakan sampai 15 gram. Secara mekanisme, toksisitas parasetamol lebih banyak terjadi pada liver/hati, bukan pada ginjal,” lanjutnya.
Dugaan Penyebab Gangguan Ginjal di Gambia
Prof Zullies menduga, bukan parasetamol yang memicu cedera ginjal dan kematian anak di Gambia, melainkan zat-zat lain yakni dietilen glikol dan etilen glikol yang terkandung dengan kadar berlebih. Mengingat, zat tersebut dalam obat bekerja membantu pelarutan parasetamol dalam pembawa air sirup obat batuk. Namun jika berlebihan, bisa memicu gagal ginjal akut.
“Jadi, dugaan saya, bukan parasetamolnya yang berbahaya, tapi mungkin ada bahan lain yang menyebabkan risiko kematian. Berdasarkan analisis laboratorium WHO, ditemukan bahan berbahaya, seperti dietilen glikol dan etilen glikol yang terkandung dalam obat batuk tersebut,” jelas Prof Zullies.
“Dalam kadar tinggi, kandungan bahan itu bisa menyebabkan gagal ginjal akut. WHO juga menyatakan zat-zat itu beracun bagi manusia dan bisa berakibat fatal. Efek racunnya dapat mencakup sakit perut, muntah, diare, ketidakmampuan untuk buang air kecil, sakit kepala, perubahan kondisi mental dan cedera ginjal akut yang dapat menyebabkan kematian,” imbuhnya.
Terakhir catatannya, dietilen glikol dan etilen glikol baru akan memicu efek bahaya jika dikonsumsi dalam kadar amat tinggi. Juga di Indonesia, penggunaan dietilen glikol maupun etilen glikol sebagai zat tambahan sudah diatur batasan kadarnya sehingga seharusnya tidak ada masalah keamanan.
“Adanya peningkatan kejadian anak-anak yang mengalami gagal ginjal akut di Indonesia yang diberitakan belakangan ini belum bisa dihubungkan dengan penggunaan obat, dan masih perlu diinvestigasi lebih lanjut,” beber Prof Zullies.
“Sejauh pemantauan, penggunaan parasetamol di Indonesia masih aman. Jadi masyarakat tidak perlu kuatir dengan penggunaan parasetamol selama digunakan sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Apalagi umumnya pemakaian parasetamol hanya bila perlu saja dalam jangka relatif pendek. Jika ada gejala-gejala yang tidak diinginkan setelah menggunakan parasetamol, segera konsultasi ke dokter atau apoteker untuk mendapatkan tindak lanjut yang sesuai,” pungkasnya. (detikcom)