Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan agar SIM berlaku seumur hidup. Hal itu diputuskan dalam putusan judicial review Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). MK meminta Polri menjaga integritas dalam proses penerbitan SIM.
“Amar putusan mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan YouTube MK, Kamis (14/9/2023).
Gugatan itu diajukan advokat Arifin Purwanto. Mantan anggota Polri utu menguji Pasal 85 ayat (2) UU LLA, yang dalam petitumnya meminta masa berlaku SIM diganti menjadi seumur hidup. Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa SIM berlaku selama lima tahun dan dapat diperpanjang. MK berkesimpulan bahwa permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum, sehingga permohonan ditolak untuk seluruhnya.
“Pokok permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” kata Anwar Usman.
MK juga meminta agar Polri terus menjaga integritas dalam penerbitan SIM. Berikut pertimbangan lengkapnya:
Mahkamah untuk menegaskan agar Kepolisian Negara Republik Indonesia melaksanakan evaluasi terhadap pemegang SIM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, Pasal 77 UU 22/2009 mewajibkan semua orang yang mengendarai kendaraan bermotor harus memiliki SIM. Oleh karenanya, menjadi tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk lebih intens dalam mengedukasi
masyarakat agar mentaati aturan tersebut, bahwa kepemilikan SIM bukan sekedar sebatas surat izin mengemudi namun lebih dari itu karena ada kompetensi dan faktor-faktor yang dinilai penting terkait kelayakan seseorang mengendarai kendaraan bermotor.
Termasuk dalam hal ini juga, mengedukasi masyarakat agar tidak menggunakan kendaraan bermotor bagi yang tidak atau belum memiliki SIM, khususnya anak-anak yang masih di bawah umur agar dapat mengurangi potensi terjadinya kecelakaan lalu lintas.
Berkaitan dengan berbagai inovasi yang telah dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam mendekatkan pelayanan SIM kepada warga masyarakat, di antaranya melalui pelayanan SIM Online, pelayanan SIM keliling atau gerai pelayanan SIM, pelayanan perpanjangan SIM secara online dengan
menggunakan aplikasi SINAR, pelayanan ujian teori melalui penggunaan aplikasi Electronic Audio Visual Integrated System atau E-AVIS, pelayanan tes kesehatan jasmani dan rohani secara online melalui aplikasi e-rikkes, pelayanan ujian praktik melalui penggunaan aplikasi E-Drive, terhadap berbagai inovasi dimaksud tetap harus menjamin tingkat validitas kompetensi atau keterampilan dan kesehatan pengemudi.
Namun demikian, khusus bagi petugas yang memberikan layanan penerbitan SIM juga harus melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara profesional dengan cara menjaga integritas dan memberikan pelayanan secara optimal, bukan justru menjadikan evaluasi dimaksud sebagai formalitas dan untuk mencari pendapatan sebagaimana yang selama ini kerap dikeluhkan oleh sebagian masyarakat.
Selain itu, sejalan dengan fungsi SIM sebagai bagian dari identifikasi dan registrasi, penting dilakukan penguatan integrasi data Dukcapil yang menjadikan NIK sebagai basis data SIM.
Termasuk di dalamnya melakukan penguatan kualitas identifikasi SIM berbasis teknologi yang mampu mengungkap data pelanggaran atau kejahatan dengan cepat dan akurat. Dengan demikian, adanya beban pembiayaan dalam proses penerbitan dan perpanjangan SIM yang merupakan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dapat digunakan secara efektif untuk meningkatkan kualitas penerbitan SIM yang berdampak pada
penurunan fatalitas kecelakaan berlalu lintas.
Hal ini sesungguhnya merupakan bagian dari tujuan hukum, termasuk tujuan dibentuknya UU 22/2009 untuk sarana merekayasa masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik, khususnya dalam berlalu lintas.
Sumber: detik.com