Jakarta – Khamr adalah minuman yang memabukkan dan tergolong haram. Islam melarang minum khamr sekalipun hanya sedikit.
Larangan ini bukanlah sesuatu yang muncul begitu saja. Terdapat sejarah larangan khamr dalam Islam yang berkaitan dengan nilai-nilai dan hikmah.
Lantas, bagaimana sejarahnya? Berikut sejarah larangan khamr dalam Islam.
Sejarah Larangan Khamr
Dirangkum dari buku Peristiwa Dibalik Turunnya Al-Qur’an karya Muhmmad Nasrulloh, terdapat dua versi tentang sejarah larangan khamr dalam Islam.
Versi Pertama
Dahulu Madinah dihuni oleh penduduk asli (kaum Anshar) dan pengungsi dari Makkah (Muhajirin). Pada suatu hari, kaum Anshar mengundang Sa’ad bin Abi Waqqash RA yang berasal dari kaum Muhajirin untuk makan bersama.
Sa’ad RA pun menghadiri perjamuan tersebut di sebuah kebun kurma. Telah banyak kaum Anshar dan Muhajirin yang menyantap daging bakar beserta khamr (minuman keras) sebagai pelengkapnya.
Pada akhirnya, pikiran mereka telah diracuni oleh khamr. Kedua kaum tersebut saling mengunggulkan dan menyombongkan dirinya masing-masing. Saling menyombongkan diri yang menjadi ciri khas penduduk Arab mulai muncul.
Jenggot Sa’ad RA tiba-tiba ditarik oleh salah seorang dari kaum Anshar sembari melayangkan bogem mentah.
Kejadian yang menimpa Sa’ad RA tersebut membuat batang hidungnya cedera. Kemudian, Sa’ad RA melaporkan kejadian tersebut kepada Rasulullah SAW.
Kemudian, turunlah surah Al Maidah ayat 90,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ٩٠
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.”
Versi Kedua
Suatu ketika Umar bin Khattab RA sangat menginginkan kejelasan hukum tentang menenggak khamr. Umar RA menganggap bahwa menenggak khamr atau minuman keras itu hukumnya haram.
Namun, syariat belum menurunkan larangan menenggak khamr karena beberapa faktor. Umar RA berharap agar Allah SWT mengharamkan khamr, kemudian Umar RA berdoa, “Ya Allah SWT berilah kejelasan (hukum khamr dengan penjelasan yang konkret).”
Lalu turunlah surah Al Baqarah ayat 219,
۞ يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِۗ قُلْ فِيْهِمَآ اِثْمٌ كَبِيْرٌ وَّمَنَافِعُ لِلنَّاسِۖ وَاِثْمُهُمَآ اَكْبَرُ مِنْ نَّفْعِهِمَاۗ وَيَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ەۗ قُلِ الْعَفْوَۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمُ الْاٰيٰتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُوْنَۙ ٢١٩
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. (Akan tetapi,) dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.” Mereka (juga) bertanya kepadamu (tentang) apa yang mereka infakkan. Katakanlah, “(Yang diinfakkan adalah) kelebihan (dari apa yang diperlukan).” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu berpikir.”
Umar RA belum puas terhadap ayat tersebut, ia pun kembali berdoa, “Ya Allah SWT berilah kejelasan (hukum khamr) dengan penjelasan yang memuaskan (haram).” Kemudian turunlah surah An Nisa ayat 43,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْرَبُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْتُمْ سُكٰرٰى حَتّٰى تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ وَلَا جُنُبًا اِلَّا عَابِرِيْ سَبِيْلٍ حَتّٰى تَغْتَسِلُوْا ۗوَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُوْرًا ٤٣
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah mendekati salat, sedangkan kamu dalam keadaan mabuk sampai kamu sadar akan apa yang kamu ucapkan dan jangan (pula menghampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub, kecuali sekadar berlalu (saja) sehingga kamu mandi (junub). Jika kamu sakit, sedang dalam perjalanan, salah seorang di antara kamu kembali dari tempat buang air, atau kamu telah menyentuh perempuan, sedangkan kamu tidak mendapati air, maka bertayamumlah kamu dengan debu yang baik (suci). Usaplah wajah dan tanganmu (dengan debu itu). Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.”
Umar RA pun masih belum puas dengan ayat tersebut. Sebab ayat tersebut tidak mengharamkan khamr secara jelas.
Umar RA kembali berdoa, “Ya Allah SWT berilah kejelasan (hukum khamr) dengan penjelasan yang memuaskan (khamr).” Kemudian turunlah surah Al Maidah ayat 90-91,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ٩٠ اِنَّمَا يُرِيْدُ الشَّيْطٰنُ اَنْ يُّوْقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاۤءَ فِى الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَعَنِ الصَّلٰوةِ فَهَلْ اَنْتُمْ مُّنْتَهُوْنَ ٩١
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. Sesungguhnya setan hanya bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu melalui minuman keras dan judi serta (bermaksud) menghalangi kamu dari mengingat Allah dan (melaksanakan) salat, maka tidakkah kamu mau berhenti?”
Ayat tersebut cukup memuaskan Umar RA karena Allah SWT melarang khamr dan memerintahkan untuk menjauhinya. Kemudian Umar RA berkata, “Cukup. Aku puas (dengan ayat itu).” (HR Abu Dawud)
Sumber: detk.com