SUBAIM, Beritamalut.co – Sejumlah kontraktor di Maluku Utara mengharapkan pemerintah daerah punya andil dalam pemberdayaan kontraktor lokal.
Dengan begitu, perusahaan pemegang Ijin Usaha Pertambangan (IUP) tidak hanya melibatkan para kontraktor dari luar Maluku Utara, tapi juga bagaimana kontraktor lokal lebih banyak dilibatkan dalam proyek pekerjaan.
Direktur PT Subaim Mining Nusantara, Jaelan Samaun saat berbincang dengan beritamalut.co pada Sabtu (3/8/2024) menjelaskan bahwa saat ini SMN menggarap lahan eks Harita, merupakan lahan masyarakat Subaim dan Waisuba demi kepentingan bersama warga lingkar tambang berdasarkan kesepakatan bersama.
“Artinya ini terkait tuntutan dan aspirasi masyarakat soal potensi nikel di wilayah Haltim. Masyarakat pemilik lahan tidak lagi menjadi penonton harus melibatkan pengusaha lokal yang juga mampu mengelola sumber daya alam kita sendiri. Haltim ini kan daerah nikel dengan potensi besar, namun dikendalikan oleh investor pemegang IUP. Minimal harus memperdayakan kita kontraktor lokal karena aturan menegaskan para investor pemegang IUP paling tidak harus berdayakan masyarakat lokal. Saya berharap ada tekanan baik pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten karena biasanya dalam RKB tertuang paling tidak melibatkan kontraktor lokal dalam rangka pemberdayaan masyarakat lokal,” tegasnya.
Dia mencontohkan investor pemegang IUP seperti Alam Jaya Abadi, IPN dan lain-lain, hanya melibatkan kontraktor dari luar Maluku Utara yang punya duit sehingga mereka bisa masuk sebagai kontraktor maining.
“Jadi harapan saya ada tekanan pemerintah kepada para investor pemegang IUP, karena aturan sudah jelas minimal harus berdayakan kontraktor lokal,” lanjutnya.
Menurutnya, standar or nikel dengan kadar 1, 8 baru dibeli Owner pemilik IUP. Beda dengan lahan yang digarap PT Ara, Jaya Abadi, dan lainnya itu lahannya lahan utuh yang masih firjin sehingga potensi kadarnya jelas menguntungkan.
Untuk itu harus ada dorongan pemerintah daerah dalam membantu para kontraktor lokal bisa sejajar dengan para kontraktor luar, sehingga tidak menimbulkan persaingan tidak sehat dan semua bersempatan menjadi profesional, bukan lagi menjadi penonton di negeri sendiri, tidak menimbulkan gesekan masyarakat yang berujung anarkis.
“Masyarakat kan tidak meminta uang dari hasil eksploitasi, masyarakat hanya minta pekerjaan, kami mau bekerja menggarap SDA kami secara profesional itu harapannya,” tutup Jaelan yang juga aktivis peduli lingkungan pertambangan Halmahera Timur.
Sementara itu, Humas PT Subaim Mining Nusantara (SMN), Zainal Sindif menegaskan, terkait lahan warga yang telah dibebaskan Harita beberapa tahun silam, bukan lagi kewajiban SMN sebab hal tersebut menjadi kewenangan PT Harita. Tetapi SMN masih saja melakukan penyelesaian dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.
“Terkait soal pembagian hasil penjualan dari proses penambangan nikel di wilayah Wasile Haltim, yang telah disepakati bersama eks Kades dan masyarakat lingkar tambang terutama desa Subaim dan Waisuba sekian persen sebagai potensi desa dengan nilai setara, yakni 1 hingga 2 US Dollar per KK yang diperuntukkan untuk masyarakat sebagai kompensasi jaminan hidup masyarakat lingkar tambang. Namun perjanjian itu tidak mengikat, tergantung apabila penjualan hasil penambangan itu berjalan maka akan realisasikan.
“Saat ini banyak perusahaan tambang dari luar sana yang mengincar lahan eks Harita yang ditinggalkan. Namun saat kepemilikan badan hukum SMN rampung, kami mengajukan penawaran subkon kepada PT Ara. Dalam perjalanan SMN melakukan peninjauan lapangan tentang lahan eks Harita yang cukup potensial, menurut kami artinya ada celah misalnya 1 – 20 meter lahan menyangkut eksplorasi yang tidak sempat dilakukan oleh Harita sehingga tidak diragukan lagi. Yang penting proses penambangan berjalan, proses selanjutnya mencari tahu kadarnya hingga proses penjualan,” tuntasnya terkait kronologi eks lahan ekplorasi Harita. (w07)